Jakarta - Perhelatan Pemilu 2024 yang telah usai masih menimbulkan banyak polemik di masyarakat khususnya terkait partai-partai politik yang akan melenggang ke Senayan.
Berdasarkan pantauan media, beberapa partai besar seperti Golkar, PDIP, Gerindra, PKS, PKB, Nasdem, dan Demokrat masih tetap berada di Senayan, hal ini dapat dilihat dari perolehan suara berdasarkan persentase Parlementery Threshold 4 persen yang disyaratkan oleh undang-undang.
Sebagaimana dalam putusannya Mahkamah Konstitusi (MK) menilai ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4% (empat persen) suara sah nasional yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi. Untuk itu, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Demikian tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023.
Menanggapi banyaknya perdebatan terkait ambang batas Parlementery Threshold, Syarifuddin Daeng Punna salah satu kader partai Demokrat menilai bahwa putusan MK terkait ambang batas 4 % berlaku untuk 2024 akan tetapi hal ini tidaklah bijak dengan melihat realitas politik hari ini, dimana partai-partai yang mempunyai banyak suara tidak diberikan haknya untuk mewakili aspirasi masyarakat dikarenakan tidak memenuhi syarat tersebut.
Olehnya itu saya berharap bahwa perhelatan demokrasi 2024 ini seharusnya dilaksanakan secara bijak, karena ini menyangkut aspirasi masyarakat ucap pria yang akrab disapa SAdAP ini.
Sebagai saran, mungkin bisa diakomodir partai-partai yang berhasil mendudukkan calon legislatifnya di parlemen berdasarkan perolehan suaranya akan tetapi tidak mencapai persyaratan Parlementery Threshold sehingga tidak mendapatkan kursi disenayan. Saya menilai bahwa polemik ini harus disikapi dengan bijak, dengan memberikan ruang untuk mewakili rakyat yaitu membentuk satu Fraksi yang dimana partai-partai yang tidak memenuhi syarat Parlementery Threshold namun perolehan suaranya signifikan mendapatkan satu kursi diberikan ruang untuk mengabdi dengan dibentuknya satu Fraksi gabungan dari partai-partai yang tidak lolos Parlementery Threshold, dan saya rasa kebijakan tersebut dapat diambil oleh pihak yang berwenang yang dalam hal ini pemerintah dan DPR dengan melibatkan Mahkamah Konstitusi untuk membicarakannya tutup SAdAP.
0 Komentar