Makassar - Skripsi mahasiswa yang menulis tentang sejarah kehidupan suku-suku di Kolaka Sulawesi tenggara berbuntut panjang. Hal ini disikapi oleh lembaga adat salah satu suku yang merasa direndahkan dalam tulisan skripsi mahasiswa tersebut.
Dalam video singkat yang beredar viral di Sosial media, Lambaga adat tersebut mengecam dan mengancam akan membawa masalah tersebut ke ranah hukum dan jika tidak ditindak lanjuti, maka mereka akan melakukan tindakan yang dianggap benar.
Menyikapi hal tersebut, Syarifuddin Daeng Punna tokoh Masyarakat Sulsel di Jakarta Turut menyayangkan pernyataan lembaga adat tersebut. Menurut pria yang akrab disapa SAdAP ini, apa yang disampaikan ke publik mencerminkan sikap yang provokatif, seharusnya tidak menjudge keseluruhan orang Bugis, karena mahasiswa bersangkutan hanyalah oknum yang melakukan penelitian ilmiah, dan jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan data ilmiah maka dengan sendirinya karya tulis ilmiah tersebut dianggap tidak memenuhi syarat kesejarahan. Jangan berbicara suku karena hal itu sangatlah sensitif pinta pendiri dan pembina beberapa ormas ini.
Olehnya itu saya secara pribadi ingin menyampaikan pernyataan sikap sebagai perantau Bugis-Makassar yang ada di Jakarta, bahwa kita ini sebangsa dan setanah air, jagalah persatuan sesama anak bangsa dan jangan mudah tergiring dengan isu-isu yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Di era sekarang ini tidak ada lagi suku yang merasa dirinya diatas suku lain, kita semua sama kedudukannya sebagai manusia yang rendah dihadapan Tuhan yang maha kuasa.
Biarlah Mahasiswa bersangkutan berurusan dengan dunia akademiknya dan mempertanggungjawabkan hasil penelitian yang dilakukannya itu, jangan lagi memperkeruh keadaan dengan mengeluarkan pernyataan yang mengarah pada disharmonisasi hubungan antar masyarakat pungkasnya.
Lanjutnya, apalagi mengatasnamakan lembaga adat yang hemat saya akan semakin memperumit keadaan. Masalah seperti ini bisa diselesaikan dengan kepala dingin, saya khawatir jika nantinya akan menimbulkan gejolak dan di manfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan secara politik maka akan membuat situasi semakin kacau mengingat kita sudah memasuki tahun politik terang Dewan pendiri sekaligus dewan pembina Pasukan Adat Nusantara Indonesia (PANI) ini.
Saya ingin katakan juga bahwa kita sudah hidup di zaman modern, tidak lagi di masa kerajaan yang penyelesaian masalahnya dilakukan secara adat. Sekarang ini yang diunggulkan adalah otak, bukan lagi otot.
Maka dari itu mari selesaikan masalah ini dengan kepala dingin, mengingat mahasiswa bersangkutan sudah dicabut karya tulis skripsinya dan sudah dilaporkan ke polisi, kita hargai apa yang diharapkan semua pihak tapi jangan muncul dengan membuat pernyataan provokatif. serahkan kepada pihak berwajib untuk menyelesaikan masalah ini, entah solusinya dengan cara mediasi atau permintaan maaf secara terbuka sebab masalah ini bukanlah tindakan pidana berat tutup SAdAP.
0 Komentar