Anies-AHY : Menuju Indonesia yang Berkeadilan Sosial

Hari Keadilan Sosial Sedunia diperingati setiap 20 Februari. Makanya, hari ini saya teringat kepada Anies-AHY.

Anies terbilang gigih menggulirkan gagasan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bagi Anies, tanpa keadilan sosial, Indonesia tak akan menemukan perdamaian, persatuan dan kesatuan. Tanpa keadilan sosial, Indonesia tidak akan maju.

Karena itu, semasa memimpin Jakarta, Anies melakukan internalisasi visi ini di segala bidang. Ia membuat kebijakan. Ia menggiring mesin birokrasi. Hasilnya adalah Jakarta yang guyub dan setara. Jakarta yang berkemajuan.

Anies memercayai keadilan sosial merupakan kunci menuju kemajuan Indonesia.

Sementara pidato AHY selalu melantangkan “Indonesia untuk semua”. Kita ingin keadilan untuk semua benar-benar tegak di negeri kita. Baik adil di hadapan hukum, di mana hukum benar-benar menjadi panglima, dan tidak tebang pilih.

Maupun adil dalam konteks kesempatan meningkatkan taraf hidup, di mana negara hadir membantu mereka yang lemah dan tak berdaya. Inilah alasan, selain terus mengejar pertumbuhan ekonomi, Indonesia harus terus melakukan pemerataan pembangunan untuk seluruh rakyat.

Bagi AHY, dua keadilan ini, bersama driving force lainnya, akan mengarah pada kemakmuran untuk semua, menuju Indonesia yang maju dan mendunia.

Dari sini, kita bisa membaca relasi “Keadilan Sosial” yang diusung Anies, dan “Indonesia untuk Semua” yang digaungkan AHY. Yup, keduanya memiliki garis perubahan yang sama.

Kesamaan mereka setidaknya dilatarbelakangi oleh dua faktor. Pertama, kegelisahan yang sama menyaksikan situasi Indonesia sepanjang delapan tahun terakhir cenderung mengabaikan keadilan sosial bagi rakyatnya.

Betapa tidak? Di tengah jor-joran pembangunan infrastruktur mercusuar, riset Harian Kompas melaporkan ada 183,7 juta orang Indonesia yang tak bisa mengakses makanan bergizi seimbang. Sepanjang pemerintahan Jokowi, bahkan sebelum pandemi, persentase penduduk miskin hanya turun di kisaran 1 persen.

Tak heran bila sejumlah survei Litbang Kompas sepanjang 2022, menggambarkan ketidakpuasan publik terhadap kerja pemerintahan cenderung naik. Kenaikan ini  berada di tiga aras, yakni penegakan hukum, perekonomian, dan kesejahteraan sosial.

Penegakan hukum adalah masalah besar di Indonesia. Ketidakpuasan di sektor ini linier dengan Rule of Law Index Indonesia periode 2015-2022 yang dirilis World Justice Project. 

Tercatat bahwa pemenuhan hak dasar warga negara di Indonesia cenderung turun. Penurunan terbesar ada pada jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi, serta jaminan kebebasan berkumpul dan berserikat. Riset itu juga mencatat penurunan pada indikator jaminan kebebasan beragama, jaminan bebas dari gangguan sewenang-wenang, dan bebas dari diskriminasi. 

Maka jika Anies menyindir serangan buzzers terorganisir. Atau AHY mewanti-wanti, jangan sampai rakyat takut bersuara. Ini bukan komedi omong! Begitulah wajah Indonesia hari ini.

Kedua, Anies-AHY memiliki latar belakang yang sama. Mereka adalah manusia pembelajar. 

Setamat dari UGM, Anies melanjutkan studi magister dan doktoral di Amerika Serikat. Sementara AHY memiliki tiga gelar pendidikan Master dari universitas di Singapura, dan Amerika Serikat. Kini, AHY merupakan kandidat doktor pengembangan SDM dari Universitas Airlangga.

Tak heran bila Anies-AHY kemudian memandang titik berangkat kesejahteraan bukan dari sisi sumber daya alam apalagi infrastruktur yang megah. Mereka memandangnya melalui perpektif pengembangan kualitas SDM. 

Bukankah keadilan sosial berorientasi pada jaminan keadilan bagi manusia, sehingga mereka bisa meningkatkan kualitas hidup?

Visi “Keadilan Sosial” dan “Indonesia untuk Semua” merupakan sinyal bahwa Anies-AHY sedang menggurat garis perubahan yang sama. Merupakan modal penting, sekaligus petunjuk hendak di bawa ke mana negeri ini, jika kelak mereka dipercaya memimpin Indonesia.

Selamat Hari Keadilan Sosial Sedunia!

Penulis: Hendri Teja 
Direktur Eksekutif Political Design

Posting Komentar

0 Komentar