Anies Baswedan ingin cawapres yang bisa mendukung efektivitas pemerintahan. Dari sini kita langsung paham. Jika kelak dipercaya sebagai Presiden RI ke-8, Anies ingin fokus kerja. Anies ingin gaspol supaya pemerintahannya benar-benar mewujudkan keadilan sosial bagi semua.
Visi ini bukan komedi omong. Telisiklah survei Populi Center menjelang Anies purnabakti sebagai Gubernur Jakarta. Hasilnya, tingkat kepuasan warga Jakarta terhadap lima tahun kepemimpinan Anies mencapai 83,5%.
Tentu ada tantangan. Misalnya, soal harmonisasi Istana dan DPR. Bagaimanapun selain pengawasan terus menerus, DPR dapat menghambat kerja presiden melalui kewenangan legislasi dan penganggaran.
Betul! Anies pernah menjadi rektor, menteri, dan akhirnya gubernur. Rekam jejak ini bikin kita percaya. Anies bisa membangun relasi yang baik dengan parlemen. Tapi konsekuensinya, konsentrasi Anies mesti dibagi. Terlebih pada masa mula pemerintahan ketika barisan aleg dari parpol yang jagoannya kalah cenderung belum purna move on.
Karena itu, alangkah baik jika Anies didukung oleh cawapres yang bisa membantunya “bicara” dengan parlemen. Dan di antara mereka yang digadang-gadang sebagai pendamping Anies, AHY merupakan pilihan terbaik. Alasannya?
Pertama, Anies berlatar belakang kepala daerah. Jika cawapresnya juga kepala daerah, maka pendekatan mereka ke DPR kemungkinan besar bakal sebelas-dua belas. Sementara, AHY adalah politisi parpol.
AHY khatam tingkah polah para anggota DPR RI, yang juga politisi parpol. Maka, pendekatan AHY kepada DPR bukan cuma beda, tapi bisa lebih pas. Keluwesan komunikasi AHY dengan semua kalangan merupakan modal besar untuk melakukan pendekatan yang lebih smooth, yang minim guncangan, tetapi tepat sasaran.
Kedua, sebagai nakhoda Demokrat, AHY punya loyalitas dari Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI. Jika AHY bicara, FPD DPR RI bukan sekadar solid, melainkan siap pasang badan untuk mendukung kebijakan Anies.
Kita juga paham. Di bawah komando AHY, FPD DPR RI makin kompak dan lantang dalam mewujudkan keadilan sosial bagi semua. Mulai dari menolak UU Cipta Kerja, menolak revisi UU Minerba, hingga peringatan keras supaya revisi KUHP jangan sampai mengkriminalisasi dan mereduksi hak-hak masyarakat.
Ketiga, visi keadilan sosial yang hendak diusung Anies mustahil maujud jika cuma berkutat di ibu kota. Visi Anies mesti diinternalisasi ke daerah. Betul, Anies bisa menggunakan pendekatan Kementerian/Lembaga. Namun, bakal lebih jos jika AHY menginstruksikan 1.803 anggota FPD DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mendukung.
Kekuatan FPD di daerah bukan kaleng-kaleng. Saat ini Demokrat punya kader yang menjabat pimpinan di 18 DPRD provinsi, dan 140 DPRD kota/kabupaten.
Terlebih kekuatan AHY di legislatif, untuk mendukung visi Anies, berpotensi membesar di masa depan. Pasalnya, sejumlah lembaga survei telah menempatkan Demokrat sebagai the big three parpol yang akan meraup dukungan pemilih terbesar pada Pemilu 2024.
Ini bukan lip service. Dukungan AHY dan Demokrat untuk Anies anti masuk angin. Pasalnya, mereka terbilang kalangan yang pertama-tama mengusung gerakan perubahan dan perbaikan.
Kita tentu ingat silaturahmi perdana Anies-AHY di DPP Demokrat pada Oktober 2022. Waktu itu, AHY menyebut, “pejuang AHY, kini pejuang Anies juga!” Dan hingga hari ini, politisi Partai Demokrat seantero Nusantara makin gigih membela Anies.
Jadi, jika Anies ingin gaspol, maka AHY merupakan sosok pendamping yang pas. Dengan duet Anies-AHY, insya Allah eksekutif kuat, legislatif siap. Efektivitas pemerintahan menuju Indonesia yang makin berkeadilan sosial makin terjamin.
Penulis: Hendri Teja
Direktur Eksekutif Political Design
0 Komentar