Jakarta - Aturan masa jabatan presiden telah mengalami beberapa kali perubahan. Sebelum amandemen dilakukan, pemerintah Indonesia pernah mengesahkan adanya pengangkatan presiden seumur hidup hingga perpanjangan masa jabatan presiden tanpa adanya pembatasan.
Pada masa Orde Lama, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Keputusan tersebut tertuang dalam ketetapan Nomor III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno Menjadi Presiden Seumur Hidup.
Pertimbangan pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup disebut karena telah memenuhi syarat-syarat sebagai presiden ditinjau dari segi revolusi, konstitusi 1945, maupun agama Islam. MPRS menilai, Bung Karno merupakan perwujudan perpaduan pimpinan revolusi dan pimpinan negara.
Perpanjangan masa jabatan presiden yang santer berkembang menjadi wacana dominan tersebut di Indonesia ditanggapi oleh berbagai kalangan, diantaranya elit partai politik, tidak terkecuali tokoh masyarakat Sulsel di jakarta Syarifuddin Daeng Punna.
Pria yang akrab disapa SAdAP ini mengemukakan bahwa perpanjangan masa jabatan Presiden bisa saja dilakukan. Secara konstitusi pernah dilakukan, dan tentu melalui mekanisme yang diatur dalam UUD NRI 1945.
Saya justru menilai bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang baru terjadi namun pernah dilakukan berdasarkan kesepakatan antara legislatif dan pemerintah. Saya bahkan menilai bahwa apa yang disuarakan para elit partai politik dengan mengusulkan dan atau menambah satu periode masa kepemimpinan merupakan langkah yang wajar dan telah melalui berbagai pertimbangan politik dan hukum yang berlaku.
Lanjutnya, kalaupun amandemen kelima nantinya terlaksana dan penambahan masa jabatan presiden maupun periodesasi jabatannya disahkan maka sebagai warga negara yang taat hukum konstitusi wajib untuk ditaati dan dilaksanakan tutup SAdAP.
0 Komentar