Foto : Istimewa |
Catatan Nasional– Ketua HMP FKM UI, Heru Komarudin, S. Kep., Ns menyatakan bahwa HMP FKM UI berkomitmen untuk terus mengikuti perkembangan isu-isu kesehatan yang sedang ramai diperbincangkan. Pandemi Covid-19 yang dialami saat ini telah memberikan dampak yang cukup luas bagi tatanan pelayanan kesehatan. Dengan adanya virus ini disertai daya tular yang cukup tinggi membuat persoalan kesehatan lainnya menjadi sedikit terhambat.
“Data Kemenkes RI menunjukan pada tahun 2020 terjadi penurunan angka kunjungan pasien ke faskes primer hingga 80%. Kemudian Bapak Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada satu kesempatan di media mengatakan tahun 2021 dengan adanya pemanfaatan telemedicine dan juga adaptasi kebiasaan baru yang kita lakukan membuat masyarakat mulai kembali berkunjung ke faskes” kata Heru.
Secara langsung, dengan adanya jeda atau penundaan pengecekan kesehatan khususnya pada masyarakat yang memiliki penyakit degeneratif & penyakit tidak menular membuat ini semakin sulit diidentifikasi, persoalan yang jauh sebelum ada pandemi ini sudah menjadi masalah serius yang belum terselesaikan.
Menanggapi hal tersebut, dr. Upik Rukmini, MKM selaku Koordinator Substansi Praktik Perorangan, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa pada tahun 2020 terdapat banyak program kesehatan yg terabaikan dan mengalami penurunan. Akhir tahun 2020, mulai mengeluarkan Juknis (Petunjuk Teknis) dan berbagai regulasi untuk Puskesmas dalam melakukan kegiatan tanpa mengabaikan Covid-19 serta protokol kesehatan. Maka dari itu, di tahun 2021 diharapkan mulai dilakukan pemulihan.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh dr. Surya Dwi Sembada selaku dokter di Puskesmas Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat tentang pengendalian PTM (Penyakit Tidak Menular) belum bisa dimaksimalkan di era pandemi seperti ini. Program tersebut tetap berjalan namun jauh berkurang dari yang seharusnya dikarenakan prioritas Puskesmas ke kegiatan lain, yaitu penanganan Covid-19 beserta program vaksinasi. Program-program yang sudah direncanakan dan dianggarkan di akhir atau awal tahun, begitu masuk era pandemi, seluruhnya menjadi berubah di pertengahan tahun sehingga program tersebut tetap dilaksanakan namun tidak sesuai dengan apa yg dicanangkan sebelumnya.
Menurut dr. Upik, kuantitas fasilitas kesehatan khususnya fasilitas kesehatan primer pada prinsipnya sudah tercukupi walaupun ada sekitar 170 kecamatan yg belum memiliki PKM, khususnya di daerah Indonesia timur seperti Papua, Papua Barat, Maluku, NTT. Target kesehatan yg belum tercapai tidak hanya PTM saja, tetapi juga termasuk kematian ibu, kematian bayi hingga stunting masih dibawah standar. Khususnya PTM lebih kepada kapabilitas FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dalam penatalaksanaannya belum memadai disamping rujukannya belum optimal ke Fasyankes (Fasilitas Pelayanan Kesehatan) rujukan. Kasus PTM sebagian besar kasusnya di luar 144 (jenis diagnosis menurut Konsil Kedokteran Indonesia/KKI yg dapat ditangani di FKTP) sebagian tidak mampu laksana di FKTP namun rujukan tidak memadai disertai kurangnya deteksi dini. Sehingga masyarakat datang ke pelayanan primer dalam kondisi sudah stadium lanjut, tidak bisa dilakukan penatalaksanaan dengan baik menyebabkan angka kejadian dan kematian masih tinggi.
“Berbicara tentang kendala di lapangan, masyarakat yg datang itu-itu saja (lansia dan ibu-ibu), sedangkan target pencapaian yg diharuskan untuk dilakukan menjaring deteksi dini, menjaring orang-orang yg memang berisiko dan menahan agar tidak terjadi komplikasi pada orang-orang yang mengidap penyakit kronis ataupun PTM. Jemput bola untuk masyarakat di usia produktif dan anak-anak, yaitu ke berbagai instansi tempat bekerja hingga sekolah. Namun, semenjak pandemi, seluruh program masih sebatas rencana” kata dr. Surya.
Kedepannya, akan ada usulan seluruh PTM dilakukan screening. Terdapat 14 jenis screening sebagai upaya deteksi dini penyakit-penyakit terbanyak penyebab kematian di Indonesia. “Diupayakan screening tersebut benar-benar dilakukan dengan pembiayaan terjamin serta target 100% masyarakat dengan risiko dilakukan screening di akhir tahun 2024. Sehingga, jika dengan adanya screening yang dilakukan maka penatalaksanaannya bisa dilakukan sedini mungkin” ujar dr. Upik.
Keterbatasan SDM terutama tenaga kesehatan di FKTP sedangkan begitu banyak program yang harus dijalankan ditengah kondisi pandemi Covid-19 membutuhkan kerjasama lintas sektor, baik itu masyarakat, instansi pemerintah hingga swasta sehingga tidak hanya berfokus pada pandemi saja, namun juga menjadi perhatian pada pencegahan dan pengendalian penyakit lainnya. Khususnya pada PTM membutuhkan peran aktif dari para kader untuk membantu Puskesmas/FKTP dalam melaksanakan program-programnya. Maka dari itu, diperlukan pelatihan yang disertai dengan pemahaman pengisian instrumen faktor risiko PTM sesuai dengan standar yang ada untuk memenuhi angka cakupan screening. Selain itu, diperlukan edukasi secara berkala dan berulang agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat.
Telemedicine/telekonsultasi berfungsi untuk mengurangi kontak dengan pasien lansia, pasien dengan komorbid, dan menghindari kerumunan. Kecuali pasien tersebut membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berupa cek di laboratorium harus datang ke Puskesmas dengan menjaga protokol kesehatan.
dr. Upik juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan telemedicine/telekonsultasi khususnya pada pasien Covid-19 cukup meningkat, namun pemanfaatan pada PTM belum dapat dilihat hasilnya. Diharapkan dengan adanya telemedicine/telekonsultasi dapat digunakan dengan maksimal oleh masyarakat luas.
Sedikit berbeda dengan kondisi di daerah, menurut dr. Surya telemedicine/telekonsultasi lebih banyak digunakan untuk pemantauan pada pasien covid-19. Sedangkan PTM sendiri baru 3 bulan terakhir di Puskesmas Cimalaka melanjutkan program prolanis dengan pembuatan WAG (WhatsApp Group) yg berfungsi untuk memberikan edukasi ke masyarakat di wilayah kerja. Dengan adanya telemedicine/telekonsultasi, perlu diperhatikan juga terkait dengan waktu konsultasi yang bisa menjadi kapan saja sehingga perlu dibuat aturan ataupun alur yang jelas agar dapat diikuti oleh masyarakat serta petugas kesehatan yang menangani.
Pada masa pandemi Covid-19 ini peran FKTP memang sangat penting, terutama dalam pencegahan dan pengendaliannya. Disamping itu, FKTP atau Puskesmas juga perlu meningkatkan pelayanan kesehatan untuk program-program lainnya.
“Jangan sampai pasca pandemi Covid-19 kita dikejutkan dengan kondisi kesehatan masyarakat yang di luar Covid-19 ternyata juga memburuk, misalnya angka cakupan imunisasi kita sangat rendah, banyak kasus-kasus PTM juga terabaikan. Di era transformasi digital ini benar-benar diharapkan pada Puskesmas/FKTP dapat memanfaatkan teknologi informasi digital ini dalam melakukan inovasi-inovasi pelayanan termasuk dalam promotif-preventif dan pelayanan lanjutan dari kasus-kasus PTM” tambah dr. Upik.
“Kita sebagai petugas di FKTP atau ujung tombak fasilitas kesehatan primer di Indonesia bisa lebih aware lagi, lebih kuat lagi untuk menjalani program-program yg ada. Bisa memanfaatkan lagi di sarana prasarana yang seadanya untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif dan efisien” kata dr. Surya.
0 Komentar