Foto ; Istimewa |
Catatan Nasional - Aksi yang di gelar oleh Perwakilan kampus-kampus yang ada di
wilayah DKI Jakarta Pada hari Jum’at 25 Juni 2021 di depan Kementrian Keuangan
RI.
Ujar ketua kordinator aksi “Peri Silaban” mengutarakan kecaman
keras terhadap pemerintah dan Mentri Keuangan Sri Mulyani dibawah Rezim Jokowi
Dodo menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pengenaan PPN atas barang
kebutuhan pokok dan pendidikan patut dikecam. Mereka seakan abai pada sejarah
yang telah berkali-kali mencatat bahwa pajak merupakan salah satu sumber
persoalan yang telah memicu berbagai pemberontakan dan revolusi.
Pada Masa Sri Mulyani menjabat sebagai Menkeu RI belum ada
pemisahan antara kekayaan dan komoditi dan Pendidikan. Oleh karenanya, pajak
yang dikenakan atas hasil bumi, dalam bentuk natura, adalah pajak kekayaan
sekaligus pajak komoditi.
Oleh karenanya, secara kajian filsafat, PPN harus ditolak.
Bukan pajak terhadap barang kebutuhan pokok saja yang harus ditolak, namun
semua bentuk PPN. Tidak masuk akal bahwa orang-orang yang sudah bekerja keras
untuk menciptakan (menambahkan) nilai pada satu produk lantas dikenai pajak
karena keberhasilannya menambahkan nilai.
Para pendukung model pajak pertambahan nilai (value added tax
atau VAT) sering membingkai PPN sebagai sesuatu yang ‘netral’, atau istilahnya
revenue-neutral tax (Aurelius, 2016) tapi ini semua bullshit belaka. Nilai
diciptakan oleh kerja. Maka, porsi terbesar dari penciptaan nilai tambah itu
berasal dari kerja para buruh, petani dan nelayan. Sementara PPN ini dibayarkan
oleh konsumen, dikutip langsung melalui penjualan.
Saat inilah, ketika para buruh, petani dan nelayan bertindak
sebagai konsumen, mereka dipaksa menanggung beban pajak—atas produktivitas
mereka sendiri. PPN aka VAT bukan pajak yang netral. Ia adalah pajak yang
dibebankan pada rakyat pekerja—atas produktivitas mereka sendiri. Sudah mereka
banting-tulang menambahkan nilai, masih pula disuruh membayar pajak atas
pertambahan nilai itu. Yang harus dipajaki adalah akumulasi kekayaan.
Di dalam akumulasi kekayaanlah terdapat apropriasi
(perampasan) atas hasil kerja buruh, petani, dan nelayan. Di dalam harta inilah
terdapat ‘hak orang miskin.’ Jika negara ingin memiliki uang, agar dapat memberi
layanan pada warga yang tidak mampu, maka uangnya harus diambil dari pajak atas
harta. Bukan malah orang miskin dipajaki lagi; disuruh membayar biaya
penyediaan layanan bagi mereka sampai menyentuh sektor pendidikan yang dimana
sudah menjadi acuan dasar UUD Pasal 31 seolah-olah UU ini hanya bongkahan batu
prasejarah, yang akan di musiumkan.
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
Undang-Undang.
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Tampa sebuah pemerintahan yang sungguh-sungguh mewakili rakyat
tentang pajak yang berkeadilan adalah mimpi di siang bolong, maka dari itu kami
yang tergabung dalam KAMPI & Jokowi Conectoin Bersatu, mengutuk keras Sri
Mulyani atas Penerapan PPN yang meliputi sektor pedidikan dan pokok lainnya,
mengutuk keras Sri Mulyani Turun dari jabatannya.
SRI MULYANI GAGAL DALAM MEMBERANTAS PARA MAFIA PAJAK;
membuka mata lebih jauh tentang teknik-teknik culas yang
dipergunakan oligark untuk menyembunyikan kekayaannya dari kejaran pajak.
Menyewa jasa konsultasi palsu;
Membuat investasi bodong (di perusahaan cangkang milik
sendiri) yang pasti rugi;
Membuat proyek CSR palsu, dikerjakan oleh orang yang disewa
lewat perusahaan cangkang;
Membuat utang palsu pada perusahaan cangkang, dengan jaminan
aset perusahaan, lakukan gagal bayar agar aset disita oleh perusahaan cangkang
dan, dari sana, dijual;
Memaksa orang yang berutang pada perusahaan untuk mentransfer
pembayarannya ke rekening pribadi;
Buat kontrak palsu bersama perusahaan cangkang, dengan syarat
yang teramat berat, lalu lakukan wanprestasi dan bayarlah ‘denda’ pada
perusahaan cangkang itu.
Melihat betapa canggihnya teknik-teknik penghindaran pajak
ini, tidak heran pemerintah tergoda untuk mencari jalan mudah. Karena mengejar
pajak dari oligarki terlalu sulit, pemerintah berusaha menggenjot pungutan
pajak dari orang miskin—yang tidak punya kapasitas dan sumber daya untuk
menghindari pajak. Karena memungut pajak atas kekayaan terlalu ribet,
pemerintah memperluas pungutan pajak atas komoditi—yang dipungut langsung pada
saat transaksi. Tuntutan.
COPOT SRI MULYANI ATAS PENERAPAN PPN DISEKTOR PENDIDIKAN DAN
POKOK
SRI MULYANI DINILAI GAGAL DALAM MENUNTASKAN PARAMAFIA PAJAK
DAN PARAH PERUSAHAAN PENGGELAP PAJAK.
USUT TUNTAS KASUS PEPNGGELAPAN PAJAK YANG ADA DI INDONESIA
PERIKSA DAN BONGKAR MAFIA PAJAK YANG BERADA DI DIRJEN
PERPAJAKAN RI
0 Komentar